Pada
suatu malam yang tenang, saya membuka Facebook. Sangat jarang ada yang
mengirimi saya pesan lewat inbox, namun malam itu tahu-tahu ada satu chat yang
masuk, “Finda ada id Line ga?” Sebuah pesan dari teman baik a.k.a sahabat saya
jaman SD (perempuan). Saya senang begitu ada kawan lama yang tidak
sungkan mengontak saya, ya kita tahulah, kebanyakan orang agak mikir-mikir dulu
kalau mau mengontak teman lamanya yang telah bertahun-tahun tak pernah berkabar
–termasuk saya adalah orang yang seperti itu. Bukan ingin memutus tali
silaturahmi, tapi aku ini siapa, aku berpikir emang seberapa penting saya
dikehidupannya, ah gak usahlah, mungkin juga dia udah gak inget sama saya. Ya,
pemikiran semacam itulah yang muncul di kepala saya kalau mau mengontak kawan
lama. Tidak baik sih, tapi ketahuilah, aku sering memerhatikan kawan-kawan lamaku,
aku gak jarang kok kepoin soal mereka di media sosial, baik itu kawan SD atau
SMP –dengan kata lain aku ini seorang stalker.
Well,
kembali ke chat yang tadi, akhirnya dengan satu balasan aku memberikannya id
line-ku. Beberapa hari setelah hari itu kami melepas rindu dengan teks di line,
ya bicara kerinduan memang mengharukan. Teman baikku ini meminta ketemuan,
tentu masuk akal karena sebagai teman lama sangat pantas saling merindukan dan
cara melepas rindu paling tepat adalah dengan sebuah pertemuan. Dia bertanya
kapan aku ada waktu, kujawab mungkin sekitar dua mingguan lagi, karena pada
bulan-bulan itu jadwal ujian sedang padat-padatnya, dari ujian praktik, ujian
sekolah, belum lagi try out yang dari mana-mana, ditambah masih cukup sering kegiatan
tambahan di hari Sabtu. Dia memaklumi. Usailah percakapan di hari itu.
Satu
minggu kemudian, di sebuah Jumat siang, ada line masuk dari teman saya ini.
Waktu itu saya sedang mengerjakan try out online dirumah saudaranya Eka--teman kelas
saya-- bersama beberapa orang teman yang lain, karena saya sangat blak-blakan
pada manusia-manusia yang ikut hadir dalam try out di rumah Eka ini, saya
bilang ke mereka kalau ada teman lama yang kangen sama saya. Mereka kelak akan menjadi saksi betapa
merananya saya akibat tercemplung pada bisnis MLM ini.
“Eh,
masa ada yang kangen sama gua nih, wkwk.” Nadaku sok-sok’an jadi orang penting.
“Cie,
siapa Fin? (Red) ya?” maaf nama yang disebutkan oleh kawan saya itu harus disensor
soalnya itu nama pria yang saya suka.
“Ahahaha
aamiin-aamiin dia kangen sama gua. Tapi sayangnya bukan, ini dari temen SD gua.”
Mereka mendengarkan sambil asik mengerjakan soal di laptop masing-masing.
“Eh
masa dia nanya gua lagi dimana dan minta ketemuan besok...” belum ada respon, masing-masing
asik dengan test mereka. Beberapa saat kemudian aku menyambung, “Wah, dia malah
minta hari ini aja ketemunya, soalnya kata dia ada yang mau diomongin juga,
gimana nih menurut kalian?” mengharap respon.
“Yaudah
Fin, ketemu aja kan nanti kita jam 3 udah pulang.” Saran salah satu dari
mereka, benar juga sih apa yang dikatakan temanku ini. Lagi pula itung-itung refreshing habis test yang bejibun di
malam Sabtu.
“Yaudah,
gua bilang iya deh ke dia.” Tak lama aku terkejut dan berkata, “Duh, di Sevel
(Red) lagi... dimana itu ya? Ada yang tahu?”, “Kagak tahu gua Fin,” begitu
jawaban kawan-kawanku itu.
Dan
akhirnya berangkatlah saya kerumah teman SD saya ini dan kami menuju Sevel
bersama, dengan naik angkutan umum tentunya. Rada mikir sih, kenapa gak melepas
rindu di dekat rumah atau mengundangku kerumahnya saja gitu ya, ah mungkin dia
mau ngobrol banyak hal yang kurang pas kalau dibicarain di rumah, kesannya kan
jadi formal banget nanti. Tibalah kami
di Sevel. Oh well, maaf ya, aku harus bilang ini pada kalian, aku sempat
berpikir kalau sebelum duduk atau beberapa saat setelah kami menempati tempat
duduk itu dia akan berbasa-basi menanyaiku mau minum apa atau bertanya hal
semacamnya gitu, nah ini enggak, kita malah diem-diem aja, dia juga asik begitu
saja dengan ponselnya. Akhirnya aku membuka percakapan dengan bertanya mau
kuliah dimana, jurusan apa, kenapa alasannya, dia menjawab dan kemudian
menanyakan hal yang sama padaku. Tiba-tiba, dia mengungkapkan sesuatu yang tak
pernah saya duga.
“Fin,
tahu gak apa yang mau gua omongin?” Retoris.
“Gua
mau berbagi kebahagiaan sama Lo!” Ah, jujur aku penasaran.
“Wah,
apa itu kalau boleh tahu?”
“Gua
mau ngajak lu kerja sambilan, pokoknya klu-nya gajinya per hari,” What??? Ya aku langsung tersenyum tak
bisa menyembunyikan kegembiraanku.
“Kerja
apakah itu? Di mana?” Tanyaku mencari penjelasan.
“Nanti
juga Lo tau. Nanti kita bakal ke kantor cabangnya sama atasan gua.” Sangat menggiurkan.
Sungguh. Serius, aku langsung bersyukur banget sama Allah sudah dipertemukan
dengan temanku yang satu ini, walaupun belum apa-apa saya berpikir kalau ini
adalah jalan Allah memberi riskinya dengan cara yang tak terduga. Dalam hati
bersyukur banget!! “Nama perusahaannya PT Melia Sehat Sejahtera.” Aku tidak
berdusta, aku gak pernah denger atau tahu nama PT ini sebelumnya. “Wah, jualan
obat nih jangan-jangan,” tadinya mau ngomong gitu, tapi gak kata-kata itu
tertahan dalam hati.
Tibalah
atasannya ini di Sevel, yang pada hari kemudian aku mengetahui istilah untuk
menyebut atasan ini sebagai Leader, dan
kakak ini sebagai Up Line dari teman
SD-ku, dan teman SD-ku sebagai Down Line untuknya. Anehnya di tempat ini saya juga berjumpa
dengan seorang adik kelas yang ke Sevel ini diantar pacarnya –waktu dia dateng
sih aku gak tahu kalau dia ini satu sekolah denganku, namun ternyata dia
mengenalku, ah jadi gak enak—ternyata dia juga ikut kerja sambilan ini. Ah
well, kerja sambilan? Entahlah, tepatkah aku menyebutnya KERJA sambilan.
Aku,
teman SD-ku dan kakak ini boti (bonceng tiga) tuh ke kantor cabang. Udah
sekitar jam 5 saat kami meninggalkan Sevel, dan kami pun tiba di tempat yang
disebut kantor cabang itu tepat sekali saat azan magrib berkumandang. Tempatnya
di Harapan Indah, Bekasi. Tahu gak kaya apa tempatnya? Agak gelap, gak gede,
terus disana ada cukup banyak orang, ada yang berjas dan berdasi, ada juga yang
mas-mas gitu, gak ketinggalan anak-anak seusia saya ada juga mendominasi di
sana.
Well,
sebelum hari itu aku memang pernah mendenger istilah MLM, namun aku belum tahu
citra MLM itu yang sesungguhnya. Hal yang memperparah keadaan, aku sedang tidak
memiliki kuotat internet saat itu, jadi aku tidak bisa mencari informasi
tentang perusahaan ini. Seandainya aku tahu, kawan-kawan kelasku kelak tak akan
menjadi saksi kemeranaan yang mengganguku di sela-sela ujian sekolah.
Setelah
menunggu beberapa saat acara pun dimulai. Ya, aku, seorang Finda Rhosyana yang
terlalu naif itu tengah menghadiri sebuah acara yang di hari kemudian aku paham
apa yang tengah terjadi denganku, yup, aku sedang DIPROSPEK!!
Tunggu
sebentar, aku ingin menjemput ingatan atas apa yang terjadi di ruangan itu
padaku. Baiklah, dan izinkan aku mendeskripsikan seberapa yang aku ingat
atasnya. Ruangan itu tak begitu lebar bisa dibilang cenderung sempit namun cukup
terang, tiada AC yang ada hanyalah segantung kipas angin. Bayangkan betapa
panasnya ada di ruangan itu bersama lebih dari 60 orang sekaligus. Di ruangan
itu aku menyaksikan sebuah presentasi yang begitu BERISIK, mungkin sebagian orang
akan menyebutnya sebagi presentasi yang meriah atau heboh, iya bisa dibilang
begitu kalau Anda memang suka ada di tempat itu, tapi tidak untukku, aku si-introvert
sangat-sangat membenci kegaduhan itu, rasanya aku sakit kepala dan sesak napas.
Bagaimana tidak tepat kusebut berisik, belum apa-apa musik keras memenuhi seisi
ruangan, pokoknya serupa disko-disko yang ada di film-film deh, jedag-jedug gak
karuan, terlebih setingan lampu dibuat persis disko-disko tadi.
Presentasi
dibagi dalam empat sesi, begitu informasi dari mas MC. Mas MC juga menghimbau
saat presentasi berlangsung para audience
tidak diperkenankan menyalakan handphone,
--apa lagi mengakses internet buat cari tahu kebenaran tentang PT-nya ini. Aku
sih oke-oke aja. Presentasi pertama adalah tentang profil kompeni oleh remaja
satu tahun lebih tua dariku, cukup berpenampilan menarik dan jujur bisa dibilang
dia punya-lah skill public speaking. Dia cerita katanya dua
tahun lalu sebelum dia jadi orang sukses –orang sukses menurut definisi dirinya
sendiri—dia bingung dan agak marah diajak temennya ke tempat kaya gini, ya
cerita yang gitu-gitu deh yang jelas pemaparannya adalah untuk meyakinkan kami
yang baru kali pertama ini DIPROSPEK. Dia sekarang udah bisa beli mobil pake
uangnya sendiri dari hasil usaha ini, udah ke luar negeri, dan banyak lagi deh.
Gak jauh beda pada presentasi ke dua sampai yang terakhir oleh orang yang berbeda-beda,
setiap mereka pasti akan mengenang manis perjuangannya itu –ya gua sih antara
percaya gak percaya, kalau Anda, terserah, itu urusan Anda—setiap sesi yang
dibahas beda-beda, pokoknya saya gak inget-inget banget, hanya saja intinya
ngebahas profil kompeni, produk: propolis dan melia biyang (jujur kalau denger
atau baca istilah ini saya agak geli campur merinding, gak tahu kenapa), lalu
sistem kerja kita, yang kata ambil paket segini ini begini dan begitu
seterusnya, yang terakhir agar membuahkan hasil atas apa yang disampaikan tadi
mental kita didorong alias dimotivasi gini-gitu. Terkhusus pembicara yang
terakhir ini saya ingat sekali. Dari semua pembicara, saya paling suka caranya
menyampaikan, entah mengapa. Tapi di hari kemudian dia menjadi yang paling saya
tandai dan tak saya sukai.
Mengeluh
bukanlah hal yang baik bukan? Tapi terserahlah, aku akan menulisnya biarpun
tidak baik sekalipun. Soal Kau tak suka itu urusanmu. Begitu aku keluar dari tempat itu aku langsung cuci muka, dan rasanya energi di
tubuhku seketika habis dalam waktu empat jam karena mengikuti presentasi
BERISIK tadi. Sebagai introvert rasanya wajar. Di dalam ruangan itu tak pernah sekalipun aku tersenyum, sampe si pembicara terakhir menangkap ketidaknyamananku berada dii ruangan itu, dia pun berbicara sambil menyeringai ke arahku. Saat yang tepuk tangan dan teriak DAHSYAT DAHSYAT aku hanya mampu beristigfar minta kesabaran. Aku baru saja terperangkap dalam
segmen pertama kisah ini, tak lama kemudian segmen yang di hari kedepan akan sangat
kusesali menghampiriku. Habis cuci muka aku duduk di pembatas atau semacam pagar di tepian rumah yang terbuat dari semen --pasti kau paham maksudku-- cukup pendek dan nyaman dijadikan tempat duduk, karena di sana memang tak disediakan tempat duduk keculi di sebuah ruangan panas penuh sesak tadi itu. Huft.
"Bingung ya Fin?" tanya temanku itu. "Emang kaya gitu tuh biasa, gua waktu awal-awal juga bingung sama kaya lu, Fin." Aku udah gak mampu mau jawabin apa, rasanya capek banget, sungguh. Terus dateng deh seorang leader yang jadi pembicara di sesi terakhir tadi ke arahku. Bicara ramah sekali dan nampak bersahabat.
"Gimana Dik? Paham gak apa sama presentasinya?" Paham apanya, di dalem tadi saya menderita, sangat menderita! Apakah saya jawabin begitu, ya tentu tidak lah. "Paham kok kak, paham.", "Yaudah kakak mau bantu yang di sebelah sana dulu, kamu tanya-tanya aja sama kakak-kakak yang lain atau sama si (Red) --nama temen gua--." Temenku akhirnya ngeluarin selembar kertas tuh, dia jelas gini-gini --maaf pembaca, saya tak mampu menjelaskan PAKET-PAKET gak jelas itu, rasanya mual-- silakan Anda cari informasinya di tempat lain. Tiba-tiba teman saya mengajukan pertanyaan yang gak main-main.
"Fin, Lo punya uang gak?"
"Engga, sama sekali."
"Yaudah, ga harus uang kok. Lo ada HP kan?" Dia nulis tuh 'HP' di kertasnya itu.
"Ada."
"Laptop?"
"Emas?"
"Engga."
"Komputer?"
"Ada."
"Yaudah komputer." Dia tulis lagi tuh 'komputer' dikertasnya.
"Ehm maksudnya, itu buat modal gua?" Parah gua lemot banget, gua kira dia nanya nanya aja, yaudah dijawab seadanyalah.
"Iya,"
"Sttahhh, jangan!!", "Mana mungkin boleh sama orang di rumah kalau komputer gua buat beginian."
"Yaudah berarti kalau HP bisa kan?" padahal sedari tadi gua belum mutusin buat ikut loh, dan mereka pun gak ngajuin pertanyaan semisal, "Gimana, kamu berminat gak untuk join?" gak ada pertanyaan kaya gitu, yang ada langsung pendataan aset. Astagfirullah, salah apa barbie ya Allah. Ya udah gua gak jawab dah tuh. Tiba-tiba dateng lagi cewe berhijab, kayanya lebih muda dari gua deh.
"Gimana?" Dia jelasin hal yang sama yang sedari tadi bikin gua pusing pingin muntah.
"Ya, ya paham kok paham." rasa-rasanya gua mau nanya juga udah gak minat, karena kecapean energi gua udah terkuras buat hal-hal GAK BERKUALITAS di dalam ruangan tadi. Gua diem BUKAN karena udah paham kalau ini tuh MLM, gua diem karena mental gua capek.
Apa lagi kalau gua udah sadar dan paham kalau ini MLM dari awal ya? Haduh.
Akhirnya apa, saya ngeiyain untuk gabung. Apakah kawan-kawan mengira saya gabung lantaran tergiur atas pendapatan yang dijanjikan, tidak, sama sekali bukan itu. Saya adalah tipe orang yang mudah bersimpati, saya sangat tidak enak menyulitkan orang lain, apalagi tidak menghargai orang, itu bukanlah sifat saya. Saya tanda tangan di formulir itu demi sahabat saya yang sudah membawa saya ke tempat ini. Saya tak bisa menolak lantaran kata-katanya yang kurang lebih begini bunyinya, "Fin, serius gua gak bermaksud apa-apa. Gua cuma mau berbagi kebahagiaan sama Lo. Karena gua tau Lo sama kaya guam gua mau kita sukses bareng-bareng. Cuma itu tujuan gua, Fin." Coba, dari sisi mana bisa saya curigai teman saya ini. Secara keseluruhan niatan dan apa yang dia bilang memang tidak ada yang salah, siapa bilang ikut MLM selalu berakhir dengan kegagalan, pasti ada kok yang berhasil, hanya saja peluannya itu yang --ya, bisa dipahami sendiri lah.
Oleh karena hal itulah, saya menyerahkan handphone Nokia Lumia saya yang gak bagus-bagus amat. Namun, awalnya agak berat melepasnya soalnya saya ingat, HP itu baru dua minggu ada di tangan saya. Hal itu disebabkan HP lama saya hilang, dan Lumia ini adalah HP abang saya yang rusak dan diserviskan oleh Ibu saya dengan biaya sejumlah Rp 250.000 dengan uang jerih payah Ibu berdaggang selama tiga hari. Ah, jika mengingatnya rasanya ingin kupukuli diriku sendiri.
Oh well, aku lupa bilang kalau di tempat ini aku bertemu satu lagi seorang adik kelas, dan kali ini aku cukup mengenalnya. Sedari tadi kedua adik kelasku ini memujiku terus dihadapan teman SD-ku itu lantaran aku cukup sering tampil berpidato atau pun membacakan quotes tatkala upacara hari besar di sekolah, mereka bilang penampilanku baggus, ah jadi malu.
Waktu telah menunjukkan pukul 22.50. Wow, jadi apa aku sampe rumah, pikirku dalam hati. Kami masih menunggu para leader yang bisa mengantar pulang kami. Sialnya waktu itu kakak yang mengantar kami ke tempat ini tadi, sedang ada acara di tempat lain jadi tak bisa bersama kami. Akhirnya dapet deh orang yang bisa ngenterin pulang. Dan tak beda jauh seperti berangkat tadi, pulang pun kami boti. Aih, beginilah para pekerja SUKSES itu.
Entahlah, saat itu keanehan belum aku rasakan. Saat di motor aku terus berpikir, salah tidak ya sikap yang aku ambil. Aku sempat juga berpikir kalau nanti aku bisa sukses, alangkah senang bisa membuat orang tuaku bangga. Ah, khayalan-khayalan yang dihari depan akan menjadi semacam antitesis itu terus menggelayut dalam pikiranku. Alhamdulillah dengan kaki yang sakit karena boti, aku sampai rumah dengan selamat. Sampai dirumah, ya, kau pasti tahu apa yang terjadi.
Baiklah, cerita ini akan bersambung, capek kan menulis terus.
"Bingung ya Fin?" tanya temanku itu. "Emang kaya gitu tuh biasa, gua waktu awal-awal juga bingung sama kaya lu, Fin." Aku udah gak mampu mau jawabin apa, rasanya capek banget, sungguh. Terus dateng deh seorang leader yang jadi pembicara di sesi terakhir tadi ke arahku. Bicara ramah sekali dan nampak bersahabat.
"Gimana Dik? Paham gak apa sama presentasinya?" Paham apanya, di dalem tadi saya menderita, sangat menderita! Apakah saya jawabin begitu, ya tentu tidak lah. "Paham kok kak, paham.", "Yaudah kakak mau bantu yang di sebelah sana dulu, kamu tanya-tanya aja sama kakak-kakak yang lain atau sama si (Red) --nama temen gua--." Temenku akhirnya ngeluarin selembar kertas tuh, dia jelas gini-gini --maaf pembaca, saya tak mampu menjelaskan PAKET-PAKET gak jelas itu, rasanya mual-- silakan Anda cari informasinya di tempat lain. Tiba-tiba teman saya mengajukan pertanyaan yang gak main-main.
"Fin, Lo punya uang gak?"
"Engga, sama sekali."
"Yaudah, ga harus uang kok. Lo ada HP kan?" Dia nulis tuh 'HP' di kertasnya itu.
"Ada."
"Laptop?"
"Emas?"
"Engga."
"Komputer?"
"Ada."
"Yaudah komputer." Dia tulis lagi tuh 'komputer' dikertasnya.
"Ehm maksudnya, itu buat modal gua?" Parah gua lemot banget, gua kira dia nanya nanya aja, yaudah dijawab seadanyalah.
"Iya,"
"Sttahhh, jangan!!", "Mana mungkin boleh sama orang di rumah kalau komputer gua buat beginian."
"Yaudah berarti kalau HP bisa kan?" padahal sedari tadi gua belum mutusin buat ikut loh, dan mereka pun gak ngajuin pertanyaan semisal, "Gimana, kamu berminat gak untuk join?" gak ada pertanyaan kaya gitu, yang ada langsung pendataan aset. Astagfirullah, salah apa barbie ya Allah. Ya udah gua gak jawab dah tuh. Tiba-tiba dateng lagi cewe berhijab, kayanya lebih muda dari gua deh.
"Gimana?" Dia jelasin hal yang sama yang sedari tadi bikin gua pusing pingin muntah.
"Ya, ya paham kok paham." rasa-rasanya gua mau nanya juga udah gak minat, karena kecapean energi gua udah terkuras buat hal-hal GAK BERKUALITAS di dalam ruangan tadi. Gua diem BUKAN karena udah paham kalau ini tuh MLM, gua diem karena mental gua capek.
Apa lagi kalau gua udah sadar dan paham kalau ini MLM dari awal ya? Haduh.
Akhirnya apa, saya ngeiyain untuk gabung. Apakah kawan-kawan mengira saya gabung lantaran tergiur atas pendapatan yang dijanjikan, tidak, sama sekali bukan itu. Saya adalah tipe orang yang mudah bersimpati, saya sangat tidak enak menyulitkan orang lain, apalagi tidak menghargai orang, itu bukanlah sifat saya. Saya tanda tangan di formulir itu demi sahabat saya yang sudah membawa saya ke tempat ini. Saya tak bisa menolak lantaran kata-katanya yang kurang lebih begini bunyinya, "Fin, serius gua gak bermaksud apa-apa. Gua cuma mau berbagi kebahagiaan sama Lo. Karena gua tau Lo sama kaya guam gua mau kita sukses bareng-bareng. Cuma itu tujuan gua, Fin." Coba, dari sisi mana bisa saya curigai teman saya ini. Secara keseluruhan niatan dan apa yang dia bilang memang tidak ada yang salah, siapa bilang ikut MLM selalu berakhir dengan kegagalan, pasti ada kok yang berhasil, hanya saja peluannya itu yang --ya, bisa dipahami sendiri lah.
Oleh karena hal itulah, saya menyerahkan handphone Nokia Lumia saya yang gak bagus-bagus amat. Namun, awalnya agak berat melepasnya soalnya saya ingat, HP itu baru dua minggu ada di tangan saya. Hal itu disebabkan HP lama saya hilang, dan Lumia ini adalah HP abang saya yang rusak dan diserviskan oleh Ibu saya dengan biaya sejumlah Rp 250.000 dengan uang jerih payah Ibu berdaggang selama tiga hari. Ah, jika mengingatnya rasanya ingin kupukuli diriku sendiri.
Oh well, aku lupa bilang kalau di tempat ini aku bertemu satu lagi seorang adik kelas, dan kali ini aku cukup mengenalnya. Sedari tadi kedua adik kelasku ini memujiku terus dihadapan teman SD-ku itu lantaran aku cukup sering tampil berpidato atau pun membacakan quotes tatkala upacara hari besar di sekolah, mereka bilang penampilanku baggus, ah jadi malu.
Waktu telah menunjukkan pukul 22.50. Wow, jadi apa aku sampe rumah, pikirku dalam hati. Kami masih menunggu para leader yang bisa mengantar pulang kami. Sialnya waktu itu kakak yang mengantar kami ke tempat ini tadi, sedang ada acara di tempat lain jadi tak bisa bersama kami. Akhirnya dapet deh orang yang bisa ngenterin pulang. Dan tak beda jauh seperti berangkat tadi, pulang pun kami boti. Aih, beginilah para pekerja SUKSES itu.
Entahlah, saat itu keanehan belum aku rasakan. Saat di motor aku terus berpikir, salah tidak ya sikap yang aku ambil. Aku sempat juga berpikir kalau nanti aku bisa sukses, alangkah senang bisa membuat orang tuaku bangga. Ah, khayalan-khayalan yang dihari depan akan menjadi semacam antitesis itu terus menggelayut dalam pikiranku. Alhamdulillah dengan kaki yang sakit karena boti, aku sampai rumah dengan selamat. Sampai dirumah, ya, kau pasti tahu apa yang terjadi.
Baiklah, cerita ini akan bersambung, capek kan menulis terus.
Terusin ka.. Please
BalasHapusMin saya butuh bantuan, boleh cerita lebih lanjut? Temen saya lagi tergila gila sama MLM ini. Saya bingung mengatasinya. Saya perlu orang yg berpengalaman di tempat itu supaya saya bisa mencegah teman saya. Kalau admin ada waktu bisa email ke saya. Terima kasih
BalasHapusTerusinnnn ihh
BalasHapusAlhamdulillah ya Allah makasih ka ,😍 ini udah mewakili keraguan ku aku udah mau tf ke leader tapi udah gK jadi deng
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSama gw juga di tawarin gitu... Tapi gw agak merasa ada yang janggal sih
BalasHapusSambungannya mana nih kak,,heheh kepo sama lanjutannya
BalasHapus