Yogyakarta Bukan Pendiam

Jadi, di akhir tahun ajaran 2014/2015 kemarin, sekolahku mengadakan studi wisata ke Kota Pelajar. Ketika pulangnya, kami seluruh kelas XI yang ikut dalam kegiatan tersebut diminta membuat laporan berupa artikel. Demikian kiranya hasil pekerjaan saya. Mohon dimaklumi atas segala keterbatasannya. Ini saya posting sebagai langkah untuk berbagi saja. Dan secara ke-Bahasa Indonesia-an, tulisan ini saya kira belum tepat dinamai artikel. Demikian, semoga bermanfaat.

Silakan,

Senja yang  menawan sore itu menjadi saksi kegembiraan nan tak tertanggungkan dalam hatiku , bahwa  hari itu adalah hari yang amat  mendebarkan. Bagaimana tidak, untuk pertama kalinya secara sadar aku akan  berwisata sambil belajar di Kota Pelajar  nan termahsur itu. Pun untuk pertama kalinya akan  kususuri jalan-jalan diberbagai daerah degan menaiki Kereta Api berkelas Ekonomi. Kereta Api, adalah hal yang amat jarang dalam hidupku.
Yogyakarta sebenarnya bukan tempat yag asing bagiku atau pun  kekawanku seluruh kelas XI  SMKN 48 Jakarta angkatan 2014/2015. Meskipun secara sadar kunjungan ini merupakan kunjungan pertamaku, tetapi enam tahun lalu aku penah juga hadir ke kota itu dan menyaksikan dari kejauhan kemegahan candi Prambanan. Tapi sudahlah, ini cerita yang kutulis penuh kesadaran.
Tulisan yang saya buat saat ini adalah bentuk dari segenap tanggug jawab saya untuk melaporkan hasil perjalanan saya selama saya berwisata sekaligus belajar di Yogyakarta. Di awal  laporan  ini,  teriring terima kasih kepada segenap Bapak/Ibu petinggi sekolah, dewan guru dan terkhusus dewan panitia penyelenggara yang telah mengatur acara dengan sedemikian suksesnya. Saya juga memohon maaf apabila banyak kehilafan yang saya lakukan selama saya di sana dan yang tentunya tak berkenan sangat kepada Bapak/Ibu.
Mari kita mulai melaporkan dengan sesungguh-sungguhnya.
Kami menaiki Kereta Api Progo dari Stasiun Senen, Jakarta Timur. Untuk mengatur  keberangkatan seluruh siswa kelas XI diperkenankan hadir di sekolah tercinta selambat-lambatnya pukul 18.30 WIB. Setelah  itu kami berangkat menuju stasiun dengan diantar iringan metro mini. Singkat cerita kami sampai di stasiun, setibanya disana masing-masing kami langsung diberikan tiket dan KTP kami yang sedari pagi tadi telah kami serahkan ke wali kelas guna mengurusi tiket keberangkatan itu juga dikembalikan. Setelah cukup lama menunggu–bisa dikatakan terlantung-lantung- sekitar pukul 23.27 kami menaiki kereta dan agar cerita yang panjang menjadi pendek, kami tiba di tanah gudeg itu pukul 07.30 WIB. Jogja, sambutlah aku, ini aku Finda, datang untukmu.
Sepeti iring-iringan orang penting, di pintu keluar stasiun kami langsung disambut sederet bus pariwisata. Temponya cepat sekali, tahu-tahu kami sudah berada di bus masing-masing. Aku sendiri beruntung mendapati tempat dudukku di bus 3. Kami lalu berkenalan dengan pemandu wisata yang begitu cantik parasnya. Kami langsung di pandu menuju Solo, yaitu kunjungan industri ke PT. Sritex. Diawal keberangkatan tadi, kami semua disuguhi nasi box untuk sarapan. Oh, itu bukan kali pertamaku untuk sarapan tanpa sikat gigi lebih dulu, Kawan. Aku maklum. Supaya cerita segera mengalir, kami pun tiba di PT. Sritex. Luar biasa, komplek industri itu luas sangat. Kami lalu diberikan segenap arahan dan pengenalan terhadap industri itu sendiri di sebuah aula. Singkat cerita, aku pribadi cukup terinspirasi dengan kisah perjalanan sukses pabrik tekstil itu.
Sedari PT. Sritex kemudian kami mendapatkan hak biologis yaitu makan siang di Rumah Makan Bumanyar, setelah itu kami lanjutkan perjalanan menuju suatu tempat yang eksentrik. Candi Prambanan. Aih, cantik nian ia, Kawan. Karena laporan ini hanya berupa artikel, kuharap Bapak/Ibu maklum bahwa tak dapat kujelaskan cukup lebar soal sejarah dan keadaan candi ini. Senja pun  bermunculan dan sinarnya menyelinapi lubang-lubang candi yang mulai hancur, mengusir siang dan menyambut malam, tentunya senja di sini hadir dengan keindahan yang lebih menawan dibanding senja-senja di Jakarta. Petang datang dan kami pun diberikan segenap asupan lagi. Yup, makan malam di RM Paradise. Wah Kawan, keseruan di hari pertama ini membuat kami lupa bahwa terakhir kami mandi adalah kemarin sore. Tapi syukurlah ketika aku ingat itu, kami sudah akan segera menuju hotel dan check in, dan tentunya kami semua mau buru-buru mandi.
Agar cerita tidak terlalu panjang, keesokannya kami terbangun setelah  menikmati kenyamanan beristirahat di hotel. Tak lupa bersarapan dan perjalanan pun dilanjutkan ke candi yang sungguh-sungguh  masih ganjil untukku, Candi Borobudur. Keindahan yang sering kulihat di atlas atau buku sejarah Sekolah Dasar kini sungguh-sungguh nyata dihadapan mata. Memesona. Dulu sering kupelajari sejarahnya, teorinya malah sempat di luar kepala. Jadi sekali lagi karena kepatuhanku terhadap aturan, maka dengan penuh kepasrahan, aku tak dapat mengulas Candi Borobudur dalam artikulku kali ini. Setelah menghabiskan segenap waktu di pagi itu, sehingga menjadi agak kesiangan kami lalu kembali ke bus. Tak lupa kuhanturkan pamitku kepada sesuatu yang indah tak terperi itu. Kemudian kami lanjutkan dengan makan siang di RM Orang Utan. Jangan kira kami makan bersama dengan orang utan yang dikandang lalu dijajarkan dipinggiran restoran. Tidak, sama sekali tidak. Entah, mengapa rumah makan itu dinamai demikian. Heran.
Setelah makan siang kami lanjutkan kunjungan ke Ketep Pass. Berbeda dengan kedua candi yang telah kukunjungi tadi, Ketep Pass adalah suatu tempat yang asing bagiku. Oh, ternyata kami disana hanya menyaksikan sebuah film dokumentar tentang meletusnya gunung Merapi. Singkat saja. Dari Ketep kami lalu diantar menuju pusat oleh-oleh Bakpia 25. Ssetelah itu makan malam di tempat yang tak sama dengan ketentuan  susunan acara. Kami makan di Rumah Makan Firdaus dan yang –entah membahagiakan atau sebaliknya- kami seluruh kelas XI tidak jadi menampilkan persembahan akibat alasan teknis dan juga fisik kami yang tak lagi mendukung. Kami pun mendapatkan hak kami kembali, beristirahat di hotel. Berbeda seperti malam sebelumnya, malam  kedua ini sungguh begitu melelahkan. Jangankan main lagi ke Malioboro, sempat mandi saja aku tidak. Oh, Kawan. Aku pinsan.
Dihari terakhir kami hanya bersarapan di hotel, dan beberapa dari kami baik peserta ataupun dewan guru, ada yang memanfaatkan fasilitas hotel ebih dulu. Selanjutnya dengan sangat berat hati, kami harus meninggalkan hotel yang telah kami anggap seperti rumah sendiri itu. Berlebihan. Kami check out dan melanjutkan lagi perjalanan seperti yang telah diatur dalam susunan acara. Kami mengunjungi Keraton Jogja. Hebat, aku belajar cukup banyak dalam kunjungan  itu. Bukan saja sejarah tetapi juga filosofi sebuah pengabdian.  Kami
Demikianlah laporan yang dapat saya sampaikan kepada pihak-pihak yang berkenan membutuhkan. Saya pribadi memohon maaf  kiranya terdapat pelanggaran kaidah-kaidah atau norma dalam penulisan artikel ini. Semoga berkenan mengapresiasi karya tulis yang jauh dari kesempurnaan ini. Dengan mengucap sepatahkata untuk Jogja, bahwa bagiku Yogyakarta bukan pendiam, dia hebat, ramai, tempat belajar, akar inspirasi, dan menggelora selalu dalam hati ini. Terima kasih. Saya minta diri. 

Silakan tinggalkkan jejak para pembaca yang budiman. :-)

Komentar

Posting Komentar