Jakarta, 2009...
Jika aku menjemput lagi memori atas kenangan ini, aku selalu tertawa membayangknya. Entah kenapa? Aku selalu berpikir bahwa kisah ini terlalu buruk untuk tidak diceritakan. Kalau begitu akan kuceritakan. Memang sedikit hiperbola dalam penyampaiannya, namun ikutilah bahwa kalian masih bisa menangkap fakta dari ceritaku.
Saat aku masih duduk di kelas 6 sekolah dasar, aku pernah tertarik dalam hal yang namanya cinta. Terlalu berlebihan? Tidak, ini fakta. Aku menyukai seorang pria yang tampan dan manis, yang rumahnya sekitar 1 kilo meter dari kediamanku, namanya adalah Nubi. Izikan aku beberapa saat untuk mengenang parasnya dan mendeskripsikan seberapa yang kuingat atasnya, dia adalah pria yang tampan, mempunyai senyuman yang memikat, kalau nggak salah ada lesung pipit di pipinya, yang jelas dia pendek dariku. Lalu aneh dan berlebihannya dimana? Nubi adalah seorang siswa kelas 5 SD (2009/2010, red). Hah? Memang aneh, aku suka pada seorang yang satu tahun usianya dibawahku dan aku selalu terpikat ketika melihatnya.
Sebelum aku bercerita tentang Nubi, aku akan bercerita bagaimana aku bisa sekolah di Jakarta. Saat sekolah dasar aku sempat berpindah sekolah, dengan alasan mengikuti orang tua. Sebenarnya aku sangat tidak ingin meninggalkan tanah kelahiranku, tapi semenjak ayah meninggal kami harus kerja keras merubah peruntungan, terutama Ibuku dan kedua Abangku. Hijrah dari desa kecil di kabupaten Wonogiri ke suatu tempat yang masih satu pulau, tepatnya sebelah barat jawa bagian barat, cukup lama waktu yang diperlukan untuk mematamorfosiskan diri dengan keadaan sekitar, termasuk dalam hal sekolah. Beginilah perjalananku, mulai dari memperkenalkan diri, sampai akhir semester satu, belum bisa dikatakan banyak friends link yang aku punya. Baru ketika memasuki semester dua, aku mulai terbuka dengan lingkungan sekitar, mulai bisa berbaur degan kehidupan sosial kota, menjalani proses pembelajaran dengan have fun. Keadaan ini pun menjadi peruntungan bagiku, aku menjadi lebih percaya diri bersaing dengan anak-anak kota yang bisa dibililang lebih modern. Prestasiku mulai terlihat dari hasil nilai try out yang bisa masuk jajaran 10 besar dari 85 siswa, 6A dan 6B.
Sampai suatu ketika, aku berada di masa keemasan. Wali kelasku di kelas 6A dan juga wali kelas, kelas 6B begitu bangga terhadap hasil prestasi belajarku, bukan maksud hati sombong, hanya ingin mengenang salah satu pengalaman indah di hidupku – aku semakin yakin bahwa, aku, bisa jadi semuanya diciptakan di dunia ini untuk menjadi pemenag. Mulai saat itu, aku bisa percaya diri, baik dalam pertemanan, sosial, sampai akhirnya aku mulai menaruh hati pada seseorang di kota ini, yaa dia lah Nubi.
Aku tidak bisa terus diam dalam cinta ini, aku berbagi kepada sahabat-sahabatku, kuceritakan bahwa aku menaruh rasa pada Nubi. Entah apa yang terjadi kabar bahwa aku suka dengan adik kelas itu sentar menyebar keseluruh penghuni 6A. Sampai suatu ketika, Nubi tahu bahwa siswa baru dari 6A ada yang menyukainya, dia lah aku. Betapa malunya aku, aku selalu salah tingkah tiap bertemu dengannya. Konspirasi apa ini, huft. Malah ada pulak kawanku yang memperkenalkan aku dengan mantan kekasih Nubi. Dia bernama Alifah. Aku sempat mengobrol dengan Alifah terkait perasaanku dengan Nubi. Alifah begitu baik, dia nampak sudah benar move on dengan adik kelas sekaligus mantan pacarnya itu di hadapannku, dia memberi nomor ponsel Nubi, juga secarik foto yang bisa dibilang cukup usang. Aku terima pemberiannya. Ah, betapa konyolnya cerita ini. Hahaha...
Komentar
Posting Komentar